Teruntuk...
Aku,
di masa yang akan datang.
Assalamu’alaikum
wrwb.
Apa
kabar diriku tersayang? Semoga dirimu senantiasa dalam lindungan Allah SWT ya.
Aamiin.
Bagaimana
dengan hatimu? Masihkah kamu bergelut dengan mood swing yang sungguh membuatmu kacau itu? Haha... semoga emosimu
saat ini lebih terkontrol dan semakin stabil.
Tak
terasa ya, waktu terus bergulir begitu cepatnya. Sampai rasanya terlalu banyak
waktu berharga yang terlewatkan. Wahai diriku, ingatkah kau, dipenghujung usia
seperempat abad-mu ini, disaat kau mengetik pesan ini, dirimu sedang
disibukkan dengan setumpuk pekerjaan bernama laporan kemajuan siswa dan rapot?
Tapi dengan santainya, dirimu, diiringi moodmu yang mudah berubah itu
mengabaikan semua tugasnya. Demi segores surat ini.
Duhai
diriku tercinta, saat kau menulis tulisan ini, dirimu dan teman-teman Akurasi-mu
telah menyelesaikan suatu event yang luar biasa. Push bike charity race. Perlombaan sepeda tanpa pedal pertama kali
yang diadakan di SAI Meruyung. Acara yang menurutku begitu wah, dengan berbagai
kejutan yang diluar dugaan. Kau tahu, aku merasa sangat bersyukur berada di
sini. Di tempat yang membuatmu selalu mendapat ilmu-ilmu bermanfaat dan
dikelilingi oleh orang-orang hebat.
Sampai
saat ini, kurasa... dirimu masih bisa merasakannya. Rasa sebuah keluarga, yang
tumbuh dan besar bersama itu, selalu memberimu bahagia. Walau terkadang
sekali-dua kali, ada saja yang membuatmu naik darah. Tapi, ingatlah saat kau terpuruk, mereka ada dan menjadi bagian yang berarti dalam hidupmu. Saat
dirimu merasa kosong, ada mereka yang mengisi relung hatimu.
Jika
kau sulit mengingatnya, cobalah untuk menerawang suasana sore di tanggal
11/12/2017. Dirimu begitu menikmati rasanya lantunan ayat-ayat Illahi yang
saling bersahutan dalam dekapan khataman Qur’an. Di bawah rintik hujan, kau dan
keluarga sai meruyung merasakan nikmatnya ifthar bersama, meski sesungguhnya
kamu tak melaksanakan shaum sunnah senin. Dihari yang sama, di saat kamu hampir
menyelesaikan tulisan ini, kamu mendapatkan begitu banyak doa dari keluarga,
sahabat dan anak-anak ideologismu. Rasanya, selama seperempat abad ke belakang
ini, aku tak pernah merasakan hal semacam ini. Bahagia yang tak bisa
diungkapkan dengan kata. Entah, di masa yang akan datang aku akan mendapat kejutan
lain atau tidak. Mungkin hanya dirimu yang bisa menjawabnya.
Wahai
diriku yang hebat. Masihkah kamu menyelipkan doa bagi orang-orang yang
membuatmu seperti sekarang ini? Semoga kamu masih mengingat, doa ibu dan ayahmu
yang tak henti disetiap penghujung sholatnya. Teruslah dirimu mendoakan mereka.
Orangtua, guru-guru, adik, saudara, dan teman-temanmu. Karena tanpa mereka,
dirimu sekarang ini bukanlah apa-apa.
Dimasa
yang akan datang, disaat kamu membaca tulisan ini, mungkin dirimu akan merasa
tulisan ini berkesan terlalu kolot dan mengada-ada. Tapi ketahuilah. Ini semua
adalah nyata. Ini semua curahan isi hati dari dirimu yang dulu masih sering
terbawa arus emosi. Ini semua adalah bagian dari proses pendewasaanmu. Aku
berharap, kapanpun, dimanapun, saat dirimu membaca ini.... dirimu sudah menjadi
sosok wanita shalihah, dewasa dan istiqomah di jalan Nya.
Duhai diriku, semoga kini dirimu sudah beristighfar dengan benar. Mungkin dirimu masih ingat.... hal-hal tak berguna seringkali mengalihkanmu sehingga tak sedikit dosa-dosa halus menyertainya. Entah bagaimana keadaan dirimu yang sekarang. Semoga dirimu sudah menjauhi hal-hal seperti itu. Jika masih melakukannya, segeralah istighfar dan bertaubat, perbanyaklah dzikir dan berdoa.
Wahai
diriku terkasih.... Di usiamu yang menginjak seperempat abad lebih
satu tahun ini, namamu masih tercatat di kartu keluarga ayahmu. Kau tahu, semua
orang hari ini membuatmu merasa... bahwa pertanyaan ‘kapan nikah?’ itu menjadi
sangat menganggu. Ya, kau tentu paham, jika menikah adalah amanah. Menikah adalah ibadah. Tapi
layaknya sholat, jika mereka terus bertanya ‘kapan sholat?’ tapi tempat dan
alat sholatnya tidak memadai, apalah daya. Ok, kamu sudah mencari tempat dan
alat sholat yang memadai, tapi jika tak kunjung menemukannya? Lalu apa yang harusnya aku lakukan unutk membantumu?
Ah sudahlah...
mungkin aku yang masih lalai beribadah ini masih belum saatnya menerima amanah
itu. Di saat yang paling tepat Allah pasti memberikan amanah itu. Bukan begitu?
Jangan tersenyum seperti itu... ini bukan tulisan konyol. Sekarang bahkan aku
membayangkan dirimu itu meruntuki tulisan ini saking lucunya. Ya... semoga
saja, saat kau membaca tulisan ini, kamu sudah tak sendiri lagi. Aamiin...
Wahai
diriku di masa depan.... bukannya aku tak mau menceritakan lagi segala hal yang
aku alami di penghujung seperempat abadku ini. Namun rasanya aku harus kembali
berkutat dengan rapot dan LKS yang terbengkalai itu. Sudah ya... lain kali, kau
boleh membalas suratku ini dengan rasa syukurmu dalam sujud-sujud malammu. Sampai
berjumpa lagi....
Wassalam...
Sawangan,
11 Desember 2017
Dari
Dirimu,
di penghujung seperempat abadnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar