Senin, 11 Desember 2017

Seperempat Abad yang Telah Pergi

Teruntuk...
Aku, di masa yang akan datang.

Assalamu’alaikum wrwb.

Apa kabar diriku tersayang? Semoga dirimu senantiasa dalam lindungan Allah SWT ya. Aamiin.

Bagaimana dengan hatimu? Masihkah kamu bergelut dengan mood swing yang sungguh membuatmu kacau itu? Haha... semoga emosimu saat ini lebih terkontrol dan semakin stabil.

Tak terasa ya, waktu terus bergulir begitu cepatnya. Sampai rasanya terlalu banyak waktu berharga yang terlewatkan. Wahai diriku, ingatkah kau, dipenghujung usia seperempat abad-mu ini, disaat kau mengetik pesan ini, dirimu sedang disibukkan dengan setumpuk pekerjaan bernama laporan kemajuan siswa dan rapot? Tapi dengan santainya, dirimu, diiringi moodmu yang mudah berubah itu mengabaikan semua tugasnya. Demi segores surat ini.

Duhai diriku tercinta, saat kau menulis tulisan ini, dirimu dan teman-teman Akurasi-mu telah menyelesaikan suatu event yang luar biasa. Push bike charity race. Perlombaan sepeda tanpa pedal pertama kali yang diadakan di SAI Meruyung. Acara yang menurutku begitu wah, dengan berbagai kejutan yang diluar dugaan. Kau tahu, aku merasa sangat bersyukur berada di sini. Di tempat yang membuatmu selalu mendapat ilmu-ilmu bermanfaat dan dikelilingi oleh orang-orang hebat.

Sampai saat ini, kurasa... dirimu masih bisa merasakannya. Rasa sebuah keluarga, yang tumbuh dan besar bersama itu, selalu memberimu bahagia. Walau terkadang sekali-dua kali, ada saja yang membuatmu naik darah. Tapi, ingatlah saat kau terpuruk, mereka ada dan menjadi bagian yang berarti dalam hidupmu. Saat dirimu merasa kosong, ada mereka yang mengisi relung hatimu.

Jika kau sulit mengingatnya, cobalah untuk menerawang suasana sore di tanggal 11/12/2017. Dirimu begitu menikmati rasanya lantunan ayat-ayat Illahi yang saling bersahutan dalam dekapan khataman Qur’an. Di bawah rintik hujan, kau dan keluarga sai meruyung merasakan nikmatnya ifthar bersama, meski sesungguhnya kamu tak melaksanakan shaum sunnah senin. Dihari yang sama, di saat kamu hampir menyelesaikan tulisan ini, kamu mendapatkan begitu banyak doa dari keluarga, sahabat dan anak-anak ideologismu. Rasanya, selama seperempat abad ke belakang ini, aku tak pernah merasakan hal semacam ini. Bahagia yang tak bisa diungkapkan dengan kata. Entah, di masa yang akan datang aku akan mendapat kejutan lain atau tidak. Mungkin hanya dirimu yang bisa menjawabnya.

Wahai diriku yang hebat. Masihkah kamu menyelipkan doa bagi orang-orang yang membuatmu seperti sekarang ini? Semoga kamu masih mengingat, doa ibu dan ayahmu yang tak henti disetiap penghujung sholatnya. Teruslah dirimu mendoakan mereka. Orangtua, guru-guru, adik, saudara, dan teman-temanmu. Karena tanpa mereka, dirimu sekarang ini bukanlah apa-apa.

Dimasa yang akan datang, disaat kamu membaca tulisan ini, mungkin dirimu akan merasa tulisan ini berkesan terlalu kolot dan mengada-ada. Tapi ketahuilah. Ini semua adalah nyata. Ini semua curahan isi hati dari dirimu yang dulu masih sering terbawa arus emosi. Ini semua adalah bagian dari proses pendewasaanmu. Aku berharap, kapanpun, dimanapun, saat dirimu membaca ini.... dirimu sudah menjadi sosok wanita shalihah, dewasa dan istiqomah di jalan Nya.

Duhai diriku, semoga kini dirimu sudah beristighfar dengan benar. Mungkin dirimu masih ingat.... hal-hal tak berguna seringkali mengalihkanmu sehingga tak sedikit dosa-dosa halus menyertainya. Entah bagaimana keadaan dirimu yang sekarang. Semoga dirimu sudah menjauhi hal-hal seperti itu. Jika masih melakukannya, segeralah istighfar dan bertaubat, perbanyaklah dzikir dan berdoa.

Wahai diriku terkasih.... Di usiamu yang menginjak seperempat abad lebih satu tahun ini, namamu masih tercatat di kartu keluarga ayahmu. Kau tahu, semua orang hari ini membuatmu merasa... bahwa pertanyaan ‘kapan nikah?’ itu menjadi sangat menganggu. Ya, kau tentu paham, jika menikah adalah amanah. Menikah adalah ibadah. Tapi layaknya sholat, jika mereka terus bertanya ‘kapan sholat?’ tapi tempat dan alat sholatnya tidak memadai, apalah daya. Ok, kamu sudah mencari tempat dan alat sholat yang memadai, tapi jika tak kunjung menemukannya? Lalu apa yang harusnya aku lakukan unutk membantumu?

Ah sudahlah... mungkin aku yang masih lalai beribadah ini masih belum saatnya menerima amanah itu. Di saat yang paling tepat Allah pasti memberikan amanah itu. Bukan begitu? Jangan tersenyum seperti itu... ini bukan tulisan konyol. Sekarang bahkan aku membayangkan dirimu itu meruntuki tulisan ini saking lucunya. Ya... semoga saja, saat kau membaca tulisan ini, kamu sudah tak sendiri lagi. Aamiin...

Wahai diriku di masa depan.... bukannya aku tak mau menceritakan lagi segala hal yang aku alami di penghujung seperempat abadku ini. Namun rasanya aku harus kembali berkutat dengan rapot dan LKS yang terbengkalai itu. Sudah ya... lain kali, kau boleh membalas suratku ini dengan rasa syukurmu dalam sujud-sujud malammu. Sampai berjumpa lagi....
Wassalam...


Sawangan, 11 Desember 2017
Dari
Dirimu, di penghujung seperempat abadnya.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar