Malam ini gendang telingaku kembali dijejali oleh hentakan original soundtrack anime Inuyasha, Change the world. Gemanya memecahkan kesunyian, memunculkan bayangan indah masa putih-abu. Kala itu menjadi masa yang berapi-api, masa yang menyenangkan, masa yang penuh semangat, juga masa-masa pencarian jati diri. Dari sanalah mulai bermunculan benih-benih ego dan idealisme diri, mulai mencari teman yang satu ideologi, satu hobi, satu golongan, dan satu-satu lainnya. Di fase pencarian ini Allah mengirimkanku orang-orang hebat yang senantiasa rela menjadi ‘my schosist’ a.k.a School sisterhood untukku.
Mereka adalah salah satu bagian yang sangat berperan dalam pembentukan kepribadianku, sahabat setia yang selalu mewarnai dan menuntunku dalam menyusuri petualangan pencarian jati diri. Mereka tahu apa yang aku rasakan, apakah itu sedih, senang, kesal, bingung, resah, atau perasaan yang lainnya. Mereka rela meneteskan air mata hanya untuk memberikan empati, padahal ketika itu mereka sedang bergembira. Bahkan mereka menyambut senyuman bahagiaku dengan senyumnya yang lebih lebar, padahal ketika itu mereka sedang bersedih hati. Para ‘schosist’-ku itu memang benar-benar luar biasa.
Lagu“Change the world” yang sedang kudengarkan, kini menyuarakan reff-nya. Tanpa diperintah, syaraf-syaraf memoriku semakin lama semakin jelas menampakkan kilas balik masa SMA-ku bersama salah satu sahabat yang menjadi ‘my inspiring schosist’.
Hari itu adalah hari Sabtu yang cerah. Kali pertama aku menginjakkan kaki di lapangan Madrasah Negeri kota Parisj van Java bersama ratusan calon siswa baru lainnya. Singkat cerita, aku memasuki kelas X-1 bersama 32 siswa lain yang kelak akan menjadi teman sekelasku. Ada yang tidak biasa dimataku kala itu. Disaat semua siswa menggunakan pakaian putih-biru, seorang siswa berseragam coklat cukup menarik perhatianku. Aku kira ia mengenakan seragam pramuka, ternyata bukan. Itu adalah seragam salah satu sekolah Islam yang cukup terkenal dikalangan pelajar muslim Bandung dan sekitarnya. Saat aku melihat wajahnya yang putih bersinar, tatapan matanya yang tajam membuatku mundur untuk mengenalnya. Karenanya, aku hanya cukup mengenal ia lewat perkenalan diri yang ia lakukan dihadapan seluruh siswa X-6. *ceritanya dulu itu semua siswa X-1 dan X-6 tukeran kelas, jadi kita semua yang awalnya di X-1 pindah ke kelas X-6 *.
Tsaniya Sofia Muyassaroh. Nama yang selalu membuat adrenalinku naik dan terobsesi untuk melampauinya. Ia sangat aktif di dalam kegiatan kelas, setiap soal yang ada dihadapannya ia lahap dengan serius. Ketekunan yang melekat dalam dirinya membuatnya menjadi salah satu TOP STUDENT di kelas X-6 dan juga membuatnya selalu tergabung dalam tim inti perlombaan akademik/non akademik tingkat sekolah bahkan tingkat nasional. Sosok gadis yang sempurna, udah keren, cantik, shaleha, prestasinya pun gemilang!
Sikapnya yang sedikit berbicara dan ekspresi wajahnya yang jarang menampakkan senyuman membuat frame Tsaniya di dalam kepalaku terkesan angkuh. Entah bagaimana caranya agar aku dapat memahaminya. Padahal tak hanya teman sekelas, kami juga bergabung dalam organisasi yang sama, KIR (Kelompok Ilmiah Remaja). Keadaannya yang seperti itu membuatku berfikir, 'mungkin sikapnya memang sudah begitu sejak lahir, dan sepertinya kita gak bakalan cocok jadi teman’.
Seiring berjalannya waktu keseharian Tsaniya yang sederhana secara tidak langsung membuatku semakin mengenalnya. Acara-acara informal bersama teman-teman kelas cukup membuat kami berinteraksi lebih santai, keluar dari kebiasaan berinteraksi kami di kelas atau organisasi yang terkesan kaku dan formal. Aku cukup tercengang ketika mengetahui letak rumahnya yang berada jauh di Padalarang sana, dan yang membuatku semakin kagum adalah kesanggupannya untuk pulang-pergi ke sekolah setiap hari sendiri menggunakan kendaraan umum. Mungkin itulah salah satu alasan kenapa ia tak suka berlama-lama berada di sekolah. Saat jam pulang tiba, jika tak ada tugas kelompok atau kegiatan organisasi biasanya ia langsung bersiap menuju rumahnya.
Setahun telah berlalu. Dan ternyata rencana Allah memang selalu membuatku terkagum-kagum. Dikelas berikutnya, XI IPA 1, kami kembali menduduki kelas yang sama. Mulai dari sinilah aku mengenal Tsan yang sebenarnya. Gadis manis yang cerdas, tangkas dan tegas. Ia tetap bicara seperlunya, namun ternyata dengan beberapa orang tertentu dan bahasan topik pembicaraan yang menarik, dapat membuatnya bercerita berjam-jam bahkan seharian dengan berbagai expresi wajah yang menyenangkan. Gayanya yang khas membuat banyak orang menyukainya. Kesensitifannya terhadap hal-hal yang mengganggu konsentrasi membuat teman-teman kami yang usil, seperti Ucup, Rian, dkk, kerap kali menggodanya. Sayangnya makhluk-makhluk usil itu seringkali terkena batunya sendiri. :)
Siapapun pasti terkesima ketika mendengar seorang Tsaniya berbicara. Aku paling senang ketika mendengarnya berbicara bahasa inggris, pronounciation-nya sangat baik, kosakatanya pun beragam. Begitupula dengan bahasa arabnya yang fasih, ia seperti tak memiliki kesulitan dalam merangkai kalimat yang sesuai dengan tata bahasa tersebut. Selain hebat dalam kemampuan berbahasa, logika dan hafalannya pun sangat baik. Tanyalah dia pelajaran eksak, maka ia akan menyelesaikan pertanyaan itu dengan rumus-rumus canggihnya. Tanya ia tentang sejarah atau Alqur’an dan hadits, maka ia dapat menerangkan dengan hafalannya yang luar biasa. Dan hal lain darinya yang membuatku senang adalah saat-saat dimana ia mengutarakan berita-berita terkini. Baik itu peristiwa, ilmu pengetahuan atau dunia hiburan. Jika ditanya tentang komik, novel, film, atau mode apa yang sedang tren, pasti ia akan memaparkanya dengan senyuman dan antusiasme yang tinggi. Ternyata Tsan yang dulu aku judge ‘jutek dan nyebelin’ itu benar-benar berbeda. Mulai saat itu image inspirator telah melekat dalam dirinya. Pokoknya Tsaniya is real inspiring schosist.
Tahun berikutnya, kelas XII IPA 1 pun menjadi tempat bersejarah selanjutnya bagi kami di Madrasah ini. Semenjak menduduki kelas ini, kegiatan belajar di kelas semakin padat, sehingga dia berhenti mengikuti les karena waktu pulangnya terlarut malam. Ia tak sanggup jika setiap malam ia harus pulang sendiri menggunakan kendaraan umum, karena keadaan seperti itu sangat mengundang berbagai resiko terutama untuk gadis remaja sepertinya.
Pernah suatu ketika, aku diberi kesempatan untuk bermalam di rumah Tsaniya. Ia mengundangku bermalam karena esok harinya kami akan mengikuti kegiatan bersama di salah satu tempat wisata di kota Bandung. Melalui undangannya itu aku dapat merasakan bagaimana kesehariannya menyusuri gang-gang kecil rumahnya yang berliku dan panjangnya jalan tol Padaleunyi untuk menimba ilmu hingga sampai di sekolah kami tercinta itu. Di rumah sederhananya itu, aku menemukan sesuatu yang tak pernah aku tahu sebelumnya. Clara, panggilan sayang Tsaniya di rumah semenjak kecil, ternyata tak begitu suka dengan kesunyian meskipun ia seorang yang pendiam. Gadis ini sangat menyukai hujan. Ia juga sangat menyayangi kucing-kucing peliharaannya. Dikamarnya terpampang poster tokoh utama sebuah anime Jepang yang cukup terkenal, Ruroni Kenshin. Saat melihat poster itu aku teringat wajah Tsan yang sangat terobsesi melanjutkan studi keluar negeri terutama ke Negeri Matahari Terbit, Jepang. Koleksi buku, novel dan komiknya saling tumpang tindih diatas meja belajarnya. Ruangan yang tak begitu luas itu seolah menceritakan kisah si empunya kamar. Bermalam di rumahnya merupakan suatu kehormatan bagiku, aku selalu berandai dapat mengalaminya kembali.
Aku benar-benar bahagia karena Tsan telah bersedia mejadi salah satu 'my schosist'. Meski di tahun terakhir kami semakin dekat dan akrab, rasa canggung sudah menghilang entah kemana, namun rasa seganku padanya masih tetap ada karena segala kehebatannya. Setiap meja, kursi, dinding, pintu, jendela dan papan tulis yang ada di kelas XII IPA 1 menjadi saksi bisu suka-duka kisah kita. Aku sangat merindukan itu semua, tapi rasanya mustahil untuk mengulanginya kembali. Sangat-sangat mustahil.
Ost 1 Litre of Tears menggantikan lagu Change the World dengan sendunya. Memoriku bersamanya di X-6 dengan other classmate tak mudah untuk dilupakan. Canda tawa dalam kelas, buka-sahur bersama di rumah Shahifa, mengikuti olimpiade kimia bersama, bergelut dengan LKTI, sampai jalan-jalan bersama ke kebun binatang menjadi kenangan manis yang tak mungkin ku lupakan. Lembaran kisah di kelas XI IPA 1 pun memiliki cerita indah dan lebih dinamis.Bermain di setiap waktu senggang, berjalan-jalan menyusuri pelosok toko buku dan pusat elektronik, berwisata ke Puspa IPTEK kota baru Parahyangan, juga belajar bersama di tempat kursus dan les. Ekspresi dan senyumannya membuatku nyaman dan betah berlama-lama bersamanya. Tiga tahun menuntut ilmu di Madrasah Aliyah ini, tiga tahun itu pula ia mendapatkan gelar TOP STUDENT. Bagiku ia tak hanya sekedar top student tapi ia adalah The Most Top Student.
Ost 1 Litre of Tears menggantikan lagu Change the World dengan sendunya. Memoriku bersamanya di X-6 dengan other classmate tak mudah untuk dilupakan. Canda tawa dalam kelas, buka-sahur bersama di rumah Shahifa, mengikuti olimpiade kimia bersama, bergelut dengan LKTI, sampai jalan-jalan bersama ke kebun binatang menjadi kenangan manis yang tak mungkin ku lupakan. Lembaran kisah di kelas XI IPA 1 pun memiliki cerita indah dan lebih dinamis.Bermain di setiap waktu senggang, berjalan-jalan menyusuri pelosok toko buku dan pusat elektronik, berwisata ke Puspa IPTEK kota baru Parahyangan, juga belajar bersama di tempat kursus dan les. Ekspresi dan senyumannya membuatku nyaman dan betah berlama-lama bersamanya. Tiga tahun menuntut ilmu di Madrasah Aliyah ini, tiga tahun itu pula ia mendapatkan gelar TOP STUDENT. Bagiku ia tak hanya sekedar top student tapi ia adalah The Most Top Student.
===
Pagi itu hari Jum’at, 5 Oktober 2012, dimana aku sedang mengikuti mata kuliah Pertanian Terpadu. Tiba-tiba handphone ku berdering berkali-kali. Lalu aku memeriksa siapa orang iseng yang memanggilku di saat kuliah seperti itu. Ternyata ia adalah Icho, teman sekelasku ketika SMA. Aku heran mengapa di pagi-pagi buta begitu ia nekat meneleponku? Apakah ada hal penting? Saking penasarannya, aku kirimi ia sms. Dan ketika aku membuka balasan darinya, jantungku terasa berhenti berdetak. Aku tak mempercayai berita yang aku dapat itu. Aku berkali-kali bertanya kepadanya tentang pesan yang ia kirimkan padaku. Kenyataannya memang tak dapat dipungkiri, Tsaniya, ‘my inspiring schosist’ itu telah kembali pada Sang Pemilik Arsy. Ia melepaskan nafas terakhirnya diakibatkan penyakit komplikasi yang menyergapi tubuh mungilnya.
Air mataku menetes begitu saja tanpa bisa ditahan. Aku mengawangi masa-masa susah senang bersamanya, dan sekarang ia tiba-tiba pergi begitu saja. Aku benar-benar merasa kehilangan sahabat sekaligus inspirasiku. Hal yang paling aku sesali adalah selama satu tahun terakhir ini aku tak pernah bersua dengannya. Aku belum sempat melihat kembali senyum manisnya, aku belum sempat mendengar lagi canda tawanya, bahkan aku belum sempat menatap indah matanya untuk yang terakhir kali. Aku sangat merindukannya. Rindu, rindu sekali. Entah kapan kita dapat bertemu kembali. Aku tak dapat memastikan.
Ya Allah, sesungguhnya kami adalah milik-Mu, dan sesungguhnya hanya kepada-Mu tempat kami kembali.
=Sahabat, tibalah masanya
bersua pasti ada berpisah
bila nanti kita jauh berpisah,
jadikan robithoh pengikatnya,
jadikan doa ekspresi rindu,
semoga kita bersua di surga.=
[Sigma-Senandung ukhuwah]
Meskipun kau telah kembali, sesungguhnya dirimu tetap bersemayam di dalam hati dan ingatan kami.
From Bogor with love.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar